Keunggulan Teknikal Lontar Desa Bona: Dari Rahasia Pengolahan Hingga Seni Perawatan

18 Desember 2025
Administrator
Dibaca 43 Kali
Keunggulan Teknikal Lontar Desa Bona: Dari Rahasia Pengolahan Hingga Seni Perawatan

Desa Bona di Kabupaten Gianyar telah lama mengukuhkan dirinya sebagai episentrum kreativitas berbasis daun tal atau lontar di Bali. Reputasi ini tidak didapatkan secara instan, melainkan lahir dari penguasaan teknik pengolahan material yang diwariskan secara turun-temurun. Berbeda dengan penggunaan janur kelapa yang bersifat efemeril atau cepat layu, lontar di Desa Bona diperlakukan sebagai material semi-permanen yang menggabungkan kekuatan struktural dengan kehalusan seni rupa. Keunggulan utama dari karya-karya di desa ini terletak pada disiplin proses hulu, di mana daun tal mentah ditransformasikan melalui serangkaian prosedur fisik dan kimiawi tradisional hingga menjadi lembaran yang siap diukir dan mampu bertahan menghadapi tantangan cuaca selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Salah satu toko Lontar di Desa Bona yang bernama Pande Lontar, yang berdiri sejak tahun 2010, yang dikelola langsung oleh Keluarga Pande Lontar Sendiri. Pande Teja merupakan anak dari pemiliki toko. “Orang-orang rela membeli lontar ke Desa Bona dikarenakan lontar di Desa Bona ini kualitasnya lebih lemas” ujar Teja.

Tahap paling awal dalam rantai produksi ini adalah pemilihan material. Di Desa Bona, daun yang digunakan harus memenuhi kriteria usia tertentu; tidak boleh terlalu tua yang berserat kasar, namun juga bukan tunas yang baru tumbuh (janur muda) karena teksturnya masih terlalu lembek dan mudah menyusut. Para perajin fokus pada daun tal yang sudah memiliki struktur lidi yang kuat namun helai daunnya masih memiliki kelenturan optimal. Setelah daun dipetik, tahap krusial berikutnya adalah proses sortir. Pada tahap ini, setiap helai daun diperiksa dengan sangat teliti untuk memisahkan bagian-bagian yang cacat pertumbuhannya, seperti daun yang berlubang karena serangga, bercak jamur, atau serat yang tidak rata. Sortir ini memastikan bahwa hanya bahan berkualitas "grade A" yang masuk ke tahap pemrosesan selanjutnya, sehingga meminimalkan risiko kerusakan saat proses pengukiran rumit dimulai.

Setelah tahap sortir selesai, daun lontar memasuki proses pembersihan dan pemutihan yang menentukan hasil akhir warnanya. Untuk menjaga agar lontar memiliki warna putih gading yang bersih dan cerah, perajin di Desa Bona menggunakan teknik pemberian obat pemutih. Dalam skala produksi besar atau industri, penggunaan senyawa kimia seperti H2o2(Hidrogen Peroksida) menjadi standar untuk mendapatkan hasil putih yang merata dan cepat. Namun, untuk pengerjaan dalam skala rumah tangga atau jumlah kecil, perajin sering kali menggunakan campuran cairan pemutih pakaian (seperti Bayclin) yang dikombinasikan dengan sabun cuci piring (seperti Sunlight). Penggunaan sabun ini berfungsi untuk meluruhkan lapisan lilin alami dan kotoran yang menempel pada permukaan daun, sehingga cairan pemutih dapat meresap sempurna ke dalam pori-pori serat lontar. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk estetika visual, tetapi juga berfungsi sebagai disinfektan awal untuk mematikan telur serangga yang mungkin bersembunyi di sela-sela lidi daun.

Setelah proses perebusan selesai, lembaran-lembaran lontar harus melalui tahap pengeringan yang disebut dengan penyuluhan. Di Desa Bona, teknik pengeringan ini tidak dilakukan dengan menjemur daun di bawah terik matahari secara langsung, karena panas yang terlalu menyengat akan menarik kelembapan secara mendadak dan menyebabkan daun melengkung atau pecah. Sebaliknya, daun-daun tersebut diikat dalam bendel-bendel kecil dan digantung di tempat yang teduh dengan sirkulasi udara yang baik (diangin-anginkan). Proses ini bisa memakan waktu berminggu-minggu hingga daun mencapai tingkat kekeringan yang stabil dan berubah warna menjadi putih gading yang elegan. Warna putih gading inilah yang menjadi ciri khas estetik produk Desa Bona, memberikan kesan mewah yang tidak dimiliki oleh bahan dekorasi alami lainnya.

Setelah mencapai tingkat kekeringan yang diinginkan, daun lontar akan menjadi sangat kaku dan keras. Untuk menjadikannya media yang bisa dibentuk, perajin melakukan tahap pelemasan atau pelurusan. Daun-daun tersebut dibersihkan dari debu sisa pengeringan, kemudian dilurut atau ditarik secara manual menggunakan sepotong kayu bulat atau bambu. Proses ini bertujuan untuk memecah kekakuan serat tanpa merusak strukturnya, sehingga daun menjadi fleksibel dan licin. Fleksibilitas ini sangat penting bagi para seniman penjor di Desa Bona saat mereka mulai menerapkan teknik ngulap-ulap atau mengukir. Dengan menggunakan pisau ukir khusus yang disebut pangrupak, perajin dapat menciptakan lubang-lubang dekoratif yang sangat halus dan motif-motif geometris yang rumit pada permukaan daun tanpa khawatir daun akan robek. Kekuatan serat lontar yang telah diolah ini memungkinkan terciptanya desain yang jauh lebih ekspresif dibandingkan dengan janur kelapa yang cenderung lemas. "Tantangan saya kebanyakan ada di faktor cuaca yang merusak janur aja sih" ujar Teja.

Aspek perawatan menjadi dimensi penting lainnya yang membuat lontar dari Desa Bona sangat dihargai. Untuk produk berupa naskah atau karya seni tulis, perawatan rutin dilakukan dengan menggunakan minyak sereh murni. Minyak ini diusapkan secara merata pada permukaan lembaran lontar setiap enam bulan atau satu tahun sekali. Fungsi minyak sereh sangat vital; selain memberikan aroma wangi yang khas, minyak ini bekerja sebagai fungisida alami yang mencegah pertumbuhan jamur di sela-sela serat daun. Selain itu, minyak sereh menjaga agar daun tetap memiliki kadar elastisitas tertentu sehingga tidak menjadi getas atau mudah patah saat lembarannya dibuka-tutup. Jika tulisan aksara Bali pada lontar mulai memudar akibat debu atau usia, masyarakat Bona menggunakan teknik penghitaman ulang (penyepuhan) dengan buah kemiri yang dibakar hingga gosong. Minyak alami yang keluar dari kemiri bakar tersebut digosokkan ke seluruh permukaan lontar, masuk ke dalam guratan-guratan ukiran, dan kemudian dilap hingga bersih, meninggalkan warna hitam permanen yang tajam pada aksaranya.

Dalam konteks aplikasi pada penjor dekoratif yang dipasang di luar ruangan, teknik perawatan dan ketahanannya terletak pada metode perakitan. Perajin di Desa Bona memahami bahwa musuh utama lontar di luar ruangan adalah air hujan yang terperangkap. Oleh karena itu, setiap bagian ornamen penjor, mulai dari sampian hingga lamak, dirakit dengan meminimalkan celah horisontal. Penggunaan semat (lidi bambu) sebagai pengikat dilakukan dengan teknik tusukan yang searah dengan serat daun agar tidak merobek struktur utamanya. Lontar yang telah melalui proses perebusan di awal secara otomatis memiliki ketahanan terhadap kelembapan udara. Bahkan, setelah terkena hujan dan panas berkali-kali, hiasan lontar pada penjor Bona tidak akan lembek, melainkan tetap mempertahankan bentuk aslinya (presisi) hingga berbulan-bulan, hanya warnanya saja yang perlahan akan menua menjadi cokelat keemasan yang eksotis.

Terakhir, penyimpanan juga memegang peranan kunci dalam menjaga integritas fisik lontar. Di Desa Bona, lontar-lontar yang tidak sedang dipajang atau naskah-naskah suci disimpan dalam kotak kayu yang disebut kropak atau diikat di antara dua bilah kayu tebal yang disebut cakepan. Penyimpanan ini bertujuan untuk memberikan tekanan yang merata sehingga lembaran lontar tetap rata dan tidak melengkung. Di dalam tempat penyimpanan tersebut, biasanya diletakkan butiran merica hitam atau cengkih sebagai bahan pengawet tambahan untuk menjauhkan serangga secara alami. Melalui kombinasi antara teknik pemrosesan yang disiplin, metode pengukiran yang presisi, dan protokol perawatan yang telaten, lontar di Desa Bona tidak lagi dipandang sebagai sekadar limbah organik, melainkan sebagai sebuah mahakarya teknologi tradisional yang mampu melintasi zaman.

 

Nama Penulis: Ni Putu Dita Oktaviani Dewi
Sumber Berita : Pande Teja Amini Oka